Selasa, 30 Maret 2010

Faktor-faktor yang Menyebabkan Gangguan Belajar

Terdapat dua faktor besar yang mendasari gangguan belajar, yaitu faktor genetik, faktor intelegensi, perhatian dan kegiatan, kematangan.

Faktor genetik
Hampir semua orang tua menurunkan sifat ke anak-anak mereka dengan presentase yang berbeda-beda. Jika dalam riwayat hidup orang tua pernah mengalami gangguan belajar, sangat dimungkinkan anaknya juga akan mengalami gangguan belajar. Faktor ini terjadi secara genetik. Seorang ayah yang mengalami gangguan membaca pada waktu kecil dan baru bda membaca lancar pada umur sembilan tahun, harus menerima kondisi anak yang mengalami gangguan belajar yang sama, karena ayahnya pernah mengalaminya. Mengali kembali dan mencari tahu merupakan tugas orang tua agar faktor dominan tidak berlanjut.

Faktor intelegensi
Gangguan belajar sering diderita oleh anak yang mengalami anak-anak yang memiliki intelegensi rendah, bahkan mungkin berintelegensi tinggi. Intelegensi dipengaruhi oleh gen, lingkungan, dan latihan. Intelegensi pada anak masih mengalami perubahan yang akan lebih stabil pada masa dewasa dan menurun pada usia lanjut. Perubahan intelegensi dipengaruhi oleh faktor fisik, kesehatan, psikis, kematangan sosial, dan emosional.

Perhatian dan kegiatan
Anak dengan masalah perhatian akan mengalami masalah dalam belajar, karena dalam proses belajar membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Hal ini dapat dicegah dengan cara melatih anak dari waktu ke waktu secara berurutan setiap hari. Tapi, memaksanya dalam waktu yang lama tidak efektif dan dapat menimbulkan kebosanan. Ajak anak untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan buat anak yang masih dalam konteks belajar. Sebelum memulai kegiatan belajar, guru maupun orang tua dapat melekukan kegiatan menyanyi atau hal-hal yang disukai anak agar anak memiliki konsentrasi.

Kematangan
Perkembangan anak yang satu dengan yang lain berbeda-beda, ada yang lemah dalam satu aspek perkembangan, ada juga yang lemah terdapat aspek yang lainnya. Tingkat kemetangan anak meskipun memiliki usia yang berbeda, tapi tetap memiliki kemtangan yang berbeda. Dengan memberikan pembelajaran dengan tingkat kemampuan anak merupakan cara yang efektif.

Emosi
Emosi yang labil, sedih, marah, atau kecewa merupakan faktor yang menyebabkan anak malas dalam belajar. Perasaan takut dan kecewa kan menghambat anak untuk bisa berkonsentrasi. Emosi dengan penuh kegembiraan dantanpa ketegangan akan memepermudah anak untuk semangat dan memiliki motivasi untuk belajar.


Aziz, Rina Utami. 2006.
Jangan biarkan anak kita berkesulitan belajar. Solo: Tiga serangkai.

Gangguan Belajar Pervasif Pada Anak-anak

Gangguan belajar adalah salah satu gangguan yang dapat menganggu proses belajar pada anak. Kesulitan belajar (Learning Disabilities) yang dihadapi dapat dilihat dari dua sudut, yaitu yang pertama kesulitan belajar yang berasal dari ketidakmampuan anak didik dalam dalam melakukan tugas tertentu yang dapat dilakukan anak-anak lainnya yang sebaya. Yang kedua adalah kesulitan yang berasal dari kerusakan sistem saraf sehingga enghambat proses belajar. Konsep anak yang mengalami kerusakan otak dicetuskan oleh Strauss dan Weber pada tahun 1942. Learning Disabilities umumnya permasalahan pada perkembangan emosional, potensial intelektual anak dan sosial. Mendapat perhatian lebih banyak berkaitan dengan bagaimana proses mental dan gangguan mental yang dialami oleh anak.

Dalam terapi yang diberikan pada anak yang mengalami gangguan belajar, diperlukan terapi wicara dan bahasa untuk mengenali ada tidaknya dalam masalah ini. Diperlukan juga beberapa pakar medis untuk melihat gangguan fisik, anatomi, alergi, biokimia, hormonal atau fungsi otot yang mungkin ikut berperan. Pada learning disorder, umumnya anakk akan merujuk untuk menjalani EEG, Electro Encephalogram atau MRI (magnetic resonance imaging), yang menunjukkan ada tidaknya kerusakan otak. Ketidaksempurnaan fungsi otak ini disebabkan oleh kelainan yang terjadi selama bayi atau pada saat berada di kandungan.

Ciri-ciri anak dengan gangguan belajar :

1. kegagalan yang terus berlangsung pada prestasi belajar, dan memerlukan upaya pencegahan seperti remedial, les, pelajaran tambahan, dan dukungan dari orang-orang sekitar.

2. kelemahan fisik yang menganggu anak, seperti kemampuan daya penglihatan yang kurang, pendengaran dan menderita sakit tertentu yang tidak disadari.

3. kecemasan pada diri anak tersebut untuk berprestasi. Anak mulai ragu, merasa tidak nyaman, dan melamun.

4. perhatian anak yang kurang pada mata pelajaran yang mempengaruhi nilai pada raport mereka.

5. anak tidak memperoleh metode pembelajarn yang tidak tepat sesuai dengan kebutuhannya dan bisa menyebabkan kebosanan dalam belajar.



Dorst, S.J., Wanei, Geraldine., dkk. 2003. Perilaku anak usia dini. Yogyakarta: Kanisius.

Gangguan Belajar Pervasif Pada Anak-anak

Gangguan belajar adalah salah satu gangguan yang dapat menganggu proses belajar pada anak. Kesulitan belajar (Learning Disabilities) yang dihadapi dapat dilihat dari dua sudut, yaitu yang pertama kesulitan belajar yang berasal dari ketidakmampuan anak didik dalam dalam melakukan tugas tertentu yang dapat dilakukan anak-anak lainnya yang sebaya. Yang kedua adalah kesulitan yang berasal dari kerusakan sistem saraf sehingga enghambat proses belajar. Konsep anak yang mengalami kerusakan otak dicetuskan oleh Strauss dan Weber pada tahun 1942. Learning Disabilities umumnya permasalahan pada perkembangan emosional, potensial intelektual anak dan sosial. Mendapat perhatian lebih banyak berkaitan dengan bagaimana proses mental dan gangguan mental yang dialami oleh anak.

Dalam terapi yang diberikan pada anak yang mengalami gangguan belajar, diperlukan terapi wicara dan bahasa untuk mengenali ada tidaknya dalam masalah ini. Diperlukan juga beberapa pakar medis untuk melihat gangguan fisik, anatomi, alergi, biokimia, hormonal atau fungsi otot yang mungkin ikut berperan. Pada learning disorder, umumnya anakk akan merujuk untuk menjalani EEG, Electro Encephalogram atau MRI (magnetic resonance imaging), yang menunjukkan ada tidaknya kerusakan otak. Ketidaksempurnaan fungsi otak ini disebabkan oleh kelainan yang terjadi selama bayi atau pada saat berada di kandungan.

Ciri-ciri anak dengan gangguan belajar :

1. kegagalan yang terus berlangsung pada prestasi belajar, dan memerlukan upaya pencegahan seperti remedial, les, pelajaran tambahan, dan dukungan dari orang-orang sekitar.

2. kelemahan fisik yang menganggu anak, seperti kemampuan daya penglihatan yang kurang, pendengaran dan menderita sakit tertentu yang tidak disadari.

3. kecemasan pada diri anak tersebut untuk berprestasi. Anak mulai ragu, merasa tidak nyaman, dan melamun.

4. perhatian anak yang kurang pada mata pelajaran yang mempengaruhi nilai pada raport mereka.

5. anak tidak memperoleh metode pembelajarn yang tidak tepat sesuai dengan kebutuhannya dan bisa menyebabkan kebosanan dalam belajar.



Dorst, S.J., Wanei, Geraldine., dkk. 2003. Perilaku anak usia dini. Yogyakarta: Kanisius.