Anak mempunyai kewajiban untuk menghormati dan patuh pada orangtua dan sebaliknya orangtua berkewajiban juga memberikan cinta, perhatian dan kasih sayang pada anaknya. Hal ini sejalan dengan apa yang ditulis Parson & Bales (1955) dalam Megawangi (1999), bahwa orangtua mempunyai dua peran, yaitu 1) Instrumental, yang dilakukan oleh bapak sebagai suami dan 2) peran emosional atau ekspresif, yang biasanya disandang oleh seorang ibu sebagai istri. Kedua peran tersebut dijalankan oleh keluarga yang juga merupakan intsitusi dasar (fundamental unit of society) dalam rangka membentuk individu bertanggung jawab, mandiri, kreatif dan hormat melalui proses sosialisasi terus menerus kepada anak-anaknya. Sedang bila dilihat menurut fungsinya, keluarga salah satunya berperan dalam melaksanakan proses sosialisasi. Zanden (1986) menyatakan bahwa fungsi keluarga adalah sebagai wahana terjadinya sosialisasi antara individu dengan warga yang lebih besar. Sama halnya dengan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah RI no.21 tahun 1994 tentang penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera, salah satu fungsi dari delapan yang ada adalah sosialisasi dan pendidikan, yaitu fungsi yang memberikan peran kepada keluarga untuk mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupannya dimasa mendatang.
Sosialisasi merupakan suatu proses dimana seseorang mempengaruhi orang lain karena adanya interaksi. Untuk perkembangan sosial anak akan sangat dipengaruhi siapa agen sosialnya. agen sosial yang terpenting adalah orang-orang yang saling berhubungan dan dapat mempengaruhi bagaimana orang tersebut berperilaku, temasuk di sini adalah orangtua, saudara kandung (sibling) atau kelompok bermain (peer); selain itu nenek/kakek, paman/bibi dan orang dewasa lain dalam masyarakat sebagai jaringan hubungan yang lebih luas. Setiap agen sosial tersebut akan menentukan perbedaan dalam proses sosialisasi anak. Oleh karena itulah untuk menghasilkan individu-individu yang berkualitas baik, keluarga amat berperan dalam mensosialisasi nilai-nilai kebaikan dan norma yang berlaku atau yang diharapkan masyarakat kepada anak mereka yang dimulai dari masalah-masalah kecil yang terjadi dalam keluarga sesuai dengan tahap perkembangan usia anak tentunya. Praktek pengasuhan merupakan masa penting dalam membentuk individu matang dan dewasa, yang didalamnya telah mencakup proses sosialisasi.
Cara yang dapat dilakukan keluarga dalam proses sosialisasi adalah sebagai berikut:
* Pertama, pengkondisian/pelaziman. Karena kita tahu dan tidak dapat disangkal lagi bahwa anak ialah manusia yang pasif sepenuhnya dalam sosialisasi, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan sebagian besar sikap dan tingkah lakunya dilakukan sebenarnya melalui proses ini, yang diciptakan oleh orangtua atau anggota keluarga lain yang telah dewasa dengan pemberian mekanisme hukuman atau imbalan; semisal, makan, minum, mandi, berpakaian, buang air besar/kecil (toilet training) bahkan bertutur kata sekalipun. Dengan diberikannya mekanisme tersebut anak akan mempertahankan tingkah laku tertentu bila apa yang dilakukan/diperbuat (baik) dapat imbalan. Sebaliknya anak akan menghindari tingkah laku tertentu bila ternyata apa yang diperbuat (buruk) akan mendapatkanhukuman.
* Kedua, pemodelan (pengimitasian dan pengindentifikasian). Cara imitasi biasanya berlangsung dalam waktu singkat untuk sekedar meniru aspek luar dari tokoh/model yang diidealkannya. Sebaliknya, jika anak menginginkan dirinya sama (identik) dengan tokoh idolanya maka peniruan akan terjadi lebih mendalam karena tidak hanya peniruan tingkah laku tapi juga totalitas dari tokoh atau model tersebut (identifikasi) sehingga di sini orangtua (keluarga) perlu memberi contoh perilaku yang baik bagi anaknya.
Dan ketiga, internalisasi yaitu cara yang mempersyaratkan anak (dengan sukarela) untuk menyadari bahwa sesuatu hal, seperti norma, nilai dan tingkah laku memiliki makna tertentu yang berharga bagi dirinya atau bagi masyarakat kelak untuk dijadikan panutan, pedoman atau tindakan yang lama kelamaan hal tersebut akan menjadi bagian dari kepribadiannya, semisal anak dicontohkan dengan perbuatan-perbuatn yang dilarang agama atau yang tidak diharapkan masyarakat pada umumnya.
Anak sebagai bagian anggota keluarga dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak akan terlepas dari lingkungan dimana dia dirawat/diasuh atau awal diperolehnya pengalaman belajar bagi seorang anak. Dalam keluargalah kali pertama anak berinteraksi terutama dengan ibunya setelah anak dilahirkan dan melalui kegiatan menyusui. Hubungan ini akan berkembang sesuai tahapan usia anak. Dari sinilah anak akan dan selalu berusaha untuk menyesuaikan diri melalui pengalaman belajar agar diterima di lingkungan sosial dan menjadi pribadi yang dapat bermasyarakat; dengan syarat punya kesempatan untuk berhubungan dengan orang lain (sosialisasi), mampu berkomunikasi dan berbicara yang dapat diterima (dimengerti) orang lain dan memiliki motivasi belajar yang menyenangkan. Untuk hal ini diperlukan suatu dukungan orang lain, karena pengalaman sosial dini kali pertama diperoleh di dalam rumah maka keluargalah yang paling tepat menentukan terjadinya proses sosialisasi pada anak.
Karena keluarga berfungsi untuk menjaga dan menumbuh-kembangkan anggotanya, maka diperlukan orangtua yang bijaksana, sebab sikap orangtua akan mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak dan mempengaruhi perilaku anak. Pada dasarnya hubungannya orangtua-anak tergantung pada sikap orangtua, dimana hal ini juga diperoleh melalui pengalaman belajar sebelumnya dari orangtua mereka.
Sumber : http://astaqauliyah.com/2007/02/keluarga-dan-hubungannya-dengan-sosialisasi-pada-anak